Eksistensi Pancasila di Kalangan Milenial
Eksistensi Pancasila di Kalangan Milenial
Dahulu,
para pahlawan dan tokoh Indonesia tidak hanya berjuang untuk mengusir penjajah
dan memerdekakan Indonesia. Mereka bersama-sama juga berpikir keras untuk
melahirkan suatu gagasan yang disebut dasar negara untuk bangsa ini. Melalui
proses perdebatan yang sangat panjang, pada 18 Agustus 1945, dalam sidang
pertama PPKI, Pancasila resmi ditetapkan sebagai dasar negara Republik
Indonesia.
Sejarah
Pancasila dimulai dari 3 perumusan dasar negara oleh Muhammad Yamin, Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno hingga disahkannya Piagam Jakarta, dimana sila pertama
yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” menuai kontra sehingga diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Banyak pemikiran keaderahan dan keagamaan yang harus disatukan untuk
menyusun dasar negara untuk Indonesia yang plural ini. Pancasila merupakan
perwujudan cita-cita luhur serta tujuan utama bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, Pancasila diharapkan berperan sebagai dasar kehidupan serta pedoman hidup
bersama bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Bagi
seluruh masyarakat Indonesia, memaknai Pancasila memiliki arti penting yang
sangat luas dalam sendi-sendi kehidupan. Arti penting Pancasila dalam kehidupan
merupakan dasar filsafat atau falsafah negara yang berarti Pancasila menjadi
dasar nilai, serta norma untuk mengatur pemerintahan sebagai penyelenggara
negara.
Oleh
karena itu, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, artinya
menjadi sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, hingga
pemerintahan negara.
Lantas,
bagaimana keadaan Pancasila saat ini? Apakah masih eksis menjadi pedoman dalam
kehidupan bernegara terutama bagi kalangan milenial?
Pada
2017 lalu, survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada
2017 menemukan 9,5% milenial setuju Pancasila diganti sebagai ideologi negara.
Memang jumlah yang tidak setuju masih besar, yakni 90,5%. Tapi, fakta itu
ternyata menjadi sinyal awal kian tergerusnya Pancasila.
Tiga
tahun berselang, Komunitas Pancasila Muda memaparkan hasil surveinya tentang
milenial dan Pancasila dihadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Bagaimana hasil surveinya? Mereka
menemukan 61% responden yang berusia 18-25 tahun yakin dan setuju bahwa
nilai-nilai Pancasila sangat penting dan relevan bagi mereka. Lalu, ada 19,5%
yang netral.
Yang
mengagetkan ada 19,5% responden yang menyatakan tidak yakin dengan nilai-nilai
Pancasila itu relevan dengan kehidupan mereka saat ini. Situasi ini mulai menunjukkan
pergeseran pandangan dan ketidakpedulian generasi milenial terhadap Pancasila.
“Generasi
milenial dengan segenap keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di eranya,
boleh jadi memiliki life skill dalam menghasilkan karya-karya kreatif dan
inovatif baru. Namun pada saat yang sama, mereka mengalami krisis makna menyangkut
pandangan hidup berbangsa dan bernegara”, ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU), Robikin Emhas kepada Koran SINDO, Selasa (27/4).
Pemahaman
itu sulit terdesimenasikan di kalangan anak muda. Pasalnya, kalangan milenial
dengan nilai-nilai sosial baru berbasis modernitas yang mereka adopsi cenderung
jauh dari literasi mengenai pandangan-pandangan kebangsaan. Karena itu,
penekanan tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila di kalangan milenial harus
dilakukan dengan cara yang bisa mereka pahami. Sekarang bukan lagi era yang
segala sesuatu dilakukan dengan indoktrinasi, apalagi pendekatan yang
menakut-nakuti. Sosialisasi Pancasila harus dilakukan dengan cara-cara yang
menarik.
Pemerintah
sebagai regulator di negara ini seharusnya bisa melakukan itu karena memiliki
sumber daya dan dana yang mencukupi. Sayangnya, terkadang metode yang dilakukan
pemerintah kalah dari lembaga-lembaga partikelir. Di era keterbukaan informasi
dengan berbagai platform media, pemerintah harus agresif juga mensosialisasikan
Pancasila di dunia maya.
Jika
ideologi-ideologi lain menyebarkan pahamnya melalui internet, Pancasila juga
harus dibuat menarik melalui media-media internet itu. Juga berbagai media lain
yang tentu saja, melalui jalur pendidikan. Pemerintah harus mendorong sekolah
sebagai sarana pendidikan untuk turut andil dalam sosialisasi ini. Para guru harus
mengajarkan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang atraktif, sehingga tidak membosankan
bagi para murid.
Masyarakat juga perlu untuk memiliki figur-figur teladan
yang bisa menjadi contoh bagaimana mengamalkan Pancasila. Figur teladan yang
dekat dengan kehidupan anak muda bisa menarik minat mereka untuk memperhatikan
narasi yang diberikan.
.png)
Comments
Post a Comment